Enjoy In Your Live . . . . with smile that beauty . . . (+_+)

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

You need to upgrade your Flash Player to version 10 or newer.

Membentengi Diri Dari Sifat Munafik



Amin adalah gelar terpandang yang diberikan hanya kepada Nabi Muhammad SAW. Gelar tersebut diperoleh Nabi Muhammadd sebelum beliau diangkat oleh Allah menjadi nabi. Al Amin yang berarti amanah dan dapat dipercaya, apabila berkata jujur, tidak berbohong, dan jika berjanji yakin akan menepati. Pada masa itu, nabi merupakan seorang profesional muda yang disenangi masyarakat, karena dalam berdagang beliau selalu jujur dan terpecaya.

Sesunguhnya keimanan seseorang itu indentik dengan terpercayanya diri. Maka apabila imannya kuat, keyakinannya juga semakin tinggi dan semakin mulialah dirinya disisi Allah. Kemuliaan dan rezeki merupakan karunia  Allah, Allah senang dengan orang yang juju, jadi untuk apa kita tidak jujur, licik dan berbuat curang ?? jika Allah tidak menyukai kelicikan. Allah Maha tahu kebutuhan kita dari pada kita sendiri. Oleh karena itu focus kita dalam bekerja  adalah kejujuran. Bagi orang yang beriman kejujuran adalah pakaian yang harus melekat pada diinya, tidak akan membuatnya untuk curang hanya karena ingin memeperoleh penilaian orang. Sesungguhnya orang lain tidak akan merusak seseorang di sisi Allah.

Lawan dari sikap jujur adalah munafik. Rasulullah bersabda tentang ciri-ciri orang munafik ada 3 yaitu apabila kita bicara dusta, apabila janji tidak ditepati, apabila diberi amanah berkhianat. Dan terdapat dua jenis munafik, yaitu munafik secara akidah dan munafik secara akhlak. Munafik secara akidah adalah dimana seseorang yang menampakkan diri sebagai Muslim tapi sesungguhnya bukan muslim. Sedangkan munafik secara akhlak adalah ketika dimana seseorang mempercayai adanya Allah, dia juga sholat, tetapi memiliki akhlak yang munafik, bermuka dua.

Dengan menghindari sifat munafik maka hidup akan menjadi lebih tenang, sesungguhnya ketenangan itu milik Allah, maka dengan melakukan kebenaran aka hati akan bersih. Untuk apa kehidupan kita hanya dihabiskan untuk membuat topeng, dan hanya beroientasi pada penilaian orang.

Hidup Mencari Keridhoan Allah


Jika seorang hamba telah ridho dengan ketetapan Allah, maka hatinya akan merasa lapang. Allah Yang Maha Tahu tentunya paling mengetahui segala yang tebaik untuk kita. Allah memberikan segala sesuatunya dengan kondisi kita. Hendaknya kita tidak membatasi do’a-do’a kita hanya pada sesuatu yang menurut kita baik. Sesuatu yang menurut kita baik belum tentu yang terbaik di mata Allah. Jadi, dari pada berdo’a agar kita diperjodohkan dengan”fulannah”, agar kita diberikan jabatan tertentu agar ini agar itu yang kesemuanya sifatnya duniawi, akan jauh lebih utama ketika kita berdo’a agar diberikan hal yang paling baik, hal yang mendekatkan kita kepada-Nya. Jika seorang hamba mengejar kedekatan dengan Allah, pastinya hatinya akan terasa lapang.

Sebagai bagian dari upaya kita dalam meraih ridho-Nya, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Peertama, senantiasa menjaga agar ibadah bagus. Hal ini mencakup baik ibadah wajib maupun sunnah, termasuk ketepatan waktu pelaknaannya. Yang kedua adalah berjuang agar kita memiliki hidup yang lurus dengan melakukan yang Allah sukai dan meningalkan yang Allah benci. Salah satu contohnya adalah ketika kita di hadapkan pada pilihan besikap, jujur teteapi dibenci orang atau berbohong demi penilaian orang lain. Untuk apa kita memilih pilihan yang akan menempatkan kita bersama kegelisahan??? Sekali kita memilih jalan yang sulit, meskipun sakit dan tidak disukai orang, sesunguhnya kesakinahan yang dilimpahkan Allah tidak akan tergantikan. Selanjutnya, kita dapat berikhtiar secara serius. Bahkan, Nabi Muhammad SAW yang sudah mendapat jaminan Allah pun tetap berkerja keras dan profesional dalam setiap perannya. Kita pun harus berikhtiar dengan sungguh-sungguh. Dalam perkerjaan, profesionalisme yang kita praktikkan semestinya bukanlah naik jabatan, dan lainnya, melainkan karena Allah.

Mari kejar Ridho Allah, berusaha agar Allah menyukai kita dan berkenan untuk dekat dengan kita agar segala urusan kita dimudahkan dan hidup kita menjadi lapang. Insya Allah.

Agar Hikmah Shalat Tetap Terjaga


Ada beberapa kiat yang perlu kita perhatikan di saat melaksanakan ibadah shalat agar hikmah di dalamnya selalu terjaga :

  •  Menjaga akan kewajiban dan sunnah. Rasulullah saw bersabda : “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat.”
  • Ikhlas, khusyuk dan menhadirkan hati. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadan-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah : 5)
  • Memahami dan mentaburi ayat, do’a dan makna shalat. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (Al-Maa’un : 4-5)
  • Menganggungkan Allah swt. Dan merasakan haibatullah. Rasulullah saw. Bersabda : “...kamu mengabdi kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya dan apabila kamu tidak melihat-Nya, maka (yakinlah) bahwa Allah melihat kamu...” (H.R.Muslim)

Dirikanlah Shalat

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Ankabut 45)



Setiap kewajiban yang telah di bebankan Islam kepada umatnya senantiasa memuat hikmah dan mashlahat bagi mereka. Muslim yang selalu menunaikan ibadah shalat akan selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan kebaikan dan mampu menjadi cahaya di tengah-tengah masyarakatnya. Muslim yang memiliki Hamasah (semanagat) yang menggelora dalam memperjuangkan kebenaran dan memberangkus nilai-nilai kemungkaran, kezaliman dan perbuatan keji lainnya. Hatinya mewabah di tengah-tengah masyarakatnya. Jiwanya akan terus gelisah ketika melihat kezaliman yang dipermainkan para budak kekuasaan. Memang, ia harus menjadi cahaya yang bejalan di tengah-tengah kegelapan zaman ini.

“Dan apakah orang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu di dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang ang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekaili-kali dapat keluar dari padanya ??? Demikianlah Kami jadikan orang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kejakan
.” (AL-An’am : 122)

Ibadah shalat adalah awal kewajiban yang diperintahkan Allah swt, kepada umat ini pada peistiwa Isra’ dan Mi’raj. Ibadah yang merupakan simbol dan tiang agama. Rasulullah saw. Bersabda :
“pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (H.R. Muslim)

Ibadah yang dijadikan Allah sebagai barometer hisab amal hamba-hambanya di akhirat, “Awal hisab seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya baik, dan apabila buruk maka seluruh amalnya buruk. “ (H.R.Al-Thabrani)

Ibadah shalat  merupakan wasiat Nabi yang terakhir kepada umat ini dan yang paling terakhir dari urwatul islam (ikatan Islam) yang akan di hapus oleh Allah swt.
Selain itu, Shalat juga penyejuk mata, waktu rehatnaya sang jiwa, saat kebahagiaan hati kedamaian jiwa dan merupakan media komunikasi antara hamba dan rabbnya.

Namun tidakkah banyak di antara manusia Muslim yang ahli ibadah namun masih jauh dari nilai-nilai Islam. Ahli shalat, namun masih suka melakukan kemaksiatan. Hal ini disebabkan nilai-nilai agung yang terkandung dalam ibadah sama sekalik tidak mampu memberikan pesan-pesan ilahiah di luar shalat. Takbir yang dikumandangkan di saat beriabadah tidak mampu melahirkan keagungan di luar shalat. Do’a iftitah “inna shalati "wa nusuki . . . . “ yang dilafadzkan dalam shalat tidak mampu mengingatkan tujuan hidupnya. Ibadah ini seolah-olah menjadi gerakan ritual yang maknanya tidak pernah membumi dalam kehidupan orang yang melaksanakannya.

Semoga kita semua mampu merenungkan kembali arti sholat dalam kehidupan keseharian dan berusaha terus-menerus untuk memperbaikinya agar kita benar-benar mi’raj kepada Allah swt. Wallahu A’lam Bishawwab.